Satu hari, saya pernah menjadi orang jahat yang menghakimi orang lain. Ceritanya, saya memiliki seorang teman, yang sepertinya punya perasaan mendalam pada seorang wanita, sebut saja Mawar. Singkat cerita, kelihatannya (dari luar) teman saya ini menderita sekali karna mba Mawar. Dan dari luar, banyak juga komentar miring mengenai mba Mawar yang terkesan suka memberi harapan palsu dan merupakan seorang 'fanskeeper'. Dasar saya, karna teman saya kelihatan dari sudut pandang saya dan sekitar saya merupakan pihak korban, saya pun dalam hati menjudge mba Mawar bahwa dia memang fanskeeper. Ckckckc.
Waktu berlalu, ternyata teman saya yang lain, sebut saja Melati, mengalami hal yang serupa. Bedanya, Melati bukan dalam posisi korban (dalam anggapan orang-orang tentunya), tapi sebagai orang yang telah lama didekati seorang pria dan sudah begitu lama menolak. Karna Melati teman saya, saya tahu persis dari ceritanya bahwa terkadang diapun merasa kasihan dan tidak tega pada si pria, tapi apa daya, perasaan tidak bisa dipaksakan. Hmmm. Singkat cerita, Melati memutuskan untuk berteman saja dengan pria tersebut.
Ternyata sang pria dan teman-temannya berpikir lain, mereka mengira bahwa Melati sudah mulai membuka hati dan memberi harapan.
Terjadi kan yang namanya misfeeling (istilah yang saya buat sendiri). Teman-teman sang pria berpikir bahwa Melati hanya seorang pemberi harapan palsu, karna ujung-ujungnya memang dia tidak suka kan. Tapi disatu sisi saya kesal sekali mendengar rumor yang beredar, karna saya tahu apa yang sebenarnya dilakukan Melati.
Dari dua kisah diatas, saya belajar satu hal, terkadang ketika kita melihat suatu masalah atau fenomena, kita dengan jahat dan tidak adilnya melihat hanya dari satu sisi. Kemudian dengan seenak jidat, kita menilai dan menyalahkan orang lain. Padahal kalau saja kita mau memberi waktu untuk menyingkirkan faktor-faktor subjektivitas (teman dll), dan mau dengan rendah hati melihat dari sudut pandang yang berbeda, penilaian kita pun bisa sangat jauh berbeda..
Oleh karena itu, Tuhan melarang kita menjudge orang lain. Karna Dia tahu bahwa kita tidak sempurna, tidak akan pernah bisa adil, tidak bisa menyingkirkan faktor subjektivitas kita, dan bisa menjadi sangat jahat mencap orang lain seenaknya.
Hmmm, saya kapok deh sok-sokan menilai orang lain..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar