Beberapa tahun kebelakang, sering kali mimpi itu jadi topik yang menarik di kalangan anak-anak muda. Semua tiba-tiba jadi bicara soal mimpi. Be a dreamer. Punya mimpi yang aneh-aneh dan setinggi langit. Salah satu teman saya dulu, punya mimpi jadi astronot yang terbang ke Mars, padahal jurusan dia waktu itu Teknik Geodesi. Yah aneh-aneh deh pokoknya mimpi-mimpinya.
Ada juga yang tiba-tiba nge-tweet quote tentang mimpi, mulai dari yang paling sederhana kayak, "Gantungkanlah mimpi setinggi langit" sampai quote mimpi dari Amerika dan Eropa yang canggih-canggih.
Uhh. pokoknya jadi seorang pemimpi lagi booming lah.
Tapi memang cukup ya cuma jadi pemimpi aja?
Keren sih punya mimpi yang aneh-aneh. Dan semua juga tahu, mimpi itu bisa jadi awal dari banyak hal-hal mengagumkan. Kalau orang Amerika dulu ga pernah bermimpi ke bulan, mungkin Apollo XI waktu itu memang ga akan pernah sukses mengitari orbit bulan tahun 1969. Kalau Wright's bersaudara ga pernah bermimpi untuk terbang, kita ga bakal liat pesawat terbang mungkin.
Mimpi memang menuntun kita terhadap banyak hal yang menakjubkan. Tapi mimpi akan tetap jadi mimpi dan ga akan berubah jadi sesuatu yang menakjubkan kalau ga dikonversi jadi suatu kenyataan. Dan mengkonversi atau mewujudkan mimpi jadi kenyataan itulah yang susah.
C.S Lewis pernah menulis dalam satu bukunya mengenai sedikit komentarnya tentang mimpi. Seorang anak terpukau pada salah satu drama Yunani yang dia saksikan, dia pun bermimpi untuk bisa berbicara dengan bahasa Yunani. Namun, sayangnya, ketika si anak mulai belajar bahasa Yunani, dia mulai merasakan bahwa mewujudkan mimpinya ternyata tidak enak dan tidak sederhana. Fasih bicara bahasa Yunani perlu waktu, keuletan, dan ketekunan. Dan itu tidak mudah.
Baru-baru ini saya mencoba belajar meluncur di arena ice skating. Sebelum belajar, saya merasa sangat excited membayangkan bisa meluncur di arena es dengan anggun dan gemulai.
Tahu kenyataannya? Latihan pertama, berjalan di atas arena itu saja saya tidak bisa. Jatuh berkali-kali. Teriak-teriak meminta supaya teman saya jangan jauh dari saya, karna saking takutnya. Apa seru? Apaan, mana ada seru-serunya.
Latihan kedua, akhirnya saya tidak lagi minta ditemani, sudah bisa jalan di atas lapangan es. Tapi apa bisa langsung meluncur? Enggak. Saya masih belajar pelan-pelan mencari keseimbangan. Dan diakhir latihan baru deh bisa dikit-dikit meluncur dan ga secape sebelumnya. Jatuh dan takutnya pun berkurang drastis.
Intinya, mimpi itu enak, asik, dan gratis. Kita bisa bermimpi apa saja, jadi apa saja, punya apa saja. Tapi mewujudkan mimpi, itu baru susahnya setengah mati. Semakin besar mimpi kita, semakin banyak kerja keras dan keuletan yang dituntut. Itu baru kenyataan.
Lebih ke reminding diri sendiri sih. Stop only being the dreamer, start becoming the achiever!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar