You can't buy class
Adalah salah satu tulisan di spanduk yang dibawa salah seorang suporter MU. Spanduk ini ditujukan untuk klub tetangga tersayang, Manchester City.
Yaaa setuju, you cant buy class!!
Klub yang dibeli oleh seorang sheik super kaya coba merangsek menjadi klub papan atas secara instan. Beli pemain bintang secara gila-gilaan. Dalam waktu singkat ManCity memang langsung menghuni papan atas klasemen bahkan meraih gelar juara musim lalu *walaupun menurut saya ini hanya karna keberuntungan mereka semata hahahaha :P* padahal sebelum-sebelumnya ManCity hanya penghuni papan tengah klasemen.
Fenomena seperti ini sebenarnya bukan fenomena baru. Chelsea juga mengalami fenomena seperti ini. Dibeli taipan asal Rusia, Abrahimovic, secara instan Chelsea menjadi klub papan atas.
Yaah memang sih uang bisa membeli apa saja. Stadion baru, pelatih baru, pemain baru. Semua baru secara instan. Gelar juara pun bukan sesuatu yang mustahil untuk diperoleh.
Tapi saya setuju dengan salah satu fans Mu yang menulis spanduk diatas, uang tidak bisa membeli segalanya. Uang tidak bisa membeli kelas. Tradisi juara, mental juara, konsistensi untuk menjadi juara tidak bisa dibeli dengan uang, secara instan. Itu datang secara perlahan, proses.
Tengok saja Chelsea, tahun ini saja sudah tiga kali ganti pelatih. Dalam satu tahun ganti tiga pelatih adalah rekor. Saat gagal meraih juara dalam satu musim, langsung ganti pelatih. Gagal di babak penyisihan liga Champions langsung ganti pelatih. Pemain yang berkontribusi banyak dan masih bisa bermain luar biasa seperti Frank Lampard dibuang setelah dianggap tua.Rumornya Lampard akhir musim ini akan pindah dari Chelsea karna kontraknya tidak diperpanjang, padahal fans minta Lampard dipertahankan.
ManCity juga sama, setelah sukses juara musim lalu, mereka langsung kandas di babak penyisihan grup Liga Champions. Dan musim ini tentu saja kalah di Etihad Stadium, markas mereka, dalam derby Manchester. Daaan, berada di posisi kedua dibawah MU di klasemen Liga Primer.
Uang yang digelontarkan secara wah, sukses yang diraih secara instan, ternyata membawa mental tidak sabaran bagi klub-klub diatas. Jatuhnya, pemilik klub yang maunya juara terus secara instan hobi memecat pelatih ketika satu musim tidak juara. Hobi beli pemain-pemain bintang yang sudah jadi dan tidak memberi kesempatan pada pemain muda yang belum besinar.
Dan memang benar, tim-tim seperti ini bisa dikatakan belum punya kelas. Mainnya belum konsisten dan masih naik turun. Perlu waktu dan proses untuk menjadi sebuah klub besar dengan mental dan tradisi juara di berbagai kompetisi.
Rasanya, agak tidak mungkin melihat akan ada lagi pelatih di klub manapun yang seperti Sir Alex Ferguson atau melihat seorang pemain yang bisa bertahan seperti Ryan Giggs dan Paul Scholes yang sudah bermain selama 20 tahun di Old Trafford. Klub-klub yang punya kelas seperti MU tidak hanya mengandalkan uang untuk membeli prestasi. Tidak serta merta selalu membeli pemain bintang. Pemian-pemain muda justru yang diberi kesempatan untuk bermain dan tumbuh menjadi bintang. Tengok Jonny Evans contohnya. Klub yang punya kelas juga selalu menghormati pemainnya yang paling loyal. Tidak hanya main buang ketika mereka mulai tua.
Kelas tidak bisa dibeli dengan uang. Klub yang berkelas diperoleh lewat kerja keras dan proses yang panjang. Cara yang instan kebanyakan menghasilkan inkosistensi.
Tapi semoga akhirnya lewat proses, klub-klub inipun akhirnya bisa menemukan kelasnya :)
Mungkin tulisan saya agak sentimentil, saya pendukung MU soalnya. :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar