Rabu, 23 Agustus 2017

Poligami dan Si Abang

Recently, sering banget dengar kasus poligami yang menuai drama dan kontroversi.
Terus pas lagi skype tadi malam sama si Abang, iseng-iseng nanya. "Bang, kalau misalkan poligami itu adalah option yang terbuka, Abang mau ga poligami?". Dengan malas-malasan pacar aing yg kadang aneh ini menjawab, "Jangankan poligami, punya satu istri aja aku gamau."

You know, for these almost two years we have been together, never even once I asked question about married. Because my principle is clear, I do not see any point to ask something that I already knew the answer. Well, I responded his answer by laughing quite loud that night.

If being married soon is my expectation from our relationship, this so called relationship between us will never exist from the beginning. I know you quite well.

I can wait for another several years and enjoyed every second in this relationship. So let's see what will happen later!

Theft in Japan!!! (?)

Almost everyone that I told this story didn't believe it.
My wallet was stolen in Kyoto last week. In the bus from Kinkakuji Temple to the Marounichi Station. I lost more than two millions rupiah in cash, my two credit cards, my debit card, my KTP, and my insurance card.

My colleagues in Tokyo office cannot believe that somebody steal my wallet. Japan is a very safe country. Even the gangster, Yakuz*, do not do petty crime like that. They do not steal you wallet in the bus, train, or street. Most of Japanese will bring the unidentified wallet to the nearest police station.

But it still happened anyway. Either another tourist in that bus or the local one took my money, I do not know until today.

Even though my insurance will pay the losses (thanks God I have travel insurance), but still I have to put so much energy to submit the documents, etc. In addition, I have to block my credit cards and debit cards. I cannot pay some bills for a while. I lost my KTP, and I have to take one day off at least to issue new KTP.  Whoever steal that wallet, I cannot understand what's in his/her mind. If my boyfriend didn't visit me last week, I cannot even buy Shinkansen ticket to go back to Tokyo. I will not have money for buying food or to pay the train for several weeks. How come that bastard can do those kind of things, I do not know.

I hope he/she get stomachache for  seven months straight for the crime he did to foreigner.

Anyway, from this accident, I still can learn several things. First, if you have to travel, especially to another country, you must buy travel insurance. Even though the claim process is not easy sometimes and can be headache. But still, it's better to know that you can get replacement for your losses (even partial replacement is still much better than nothing).
Second, never put all of your eggs in one basket. Never. Distribute your money always. Keep some money in your wallet, some in your bag, some in your apartment/hotel. Always have emergency money, at least to call somebody if something unexpected happens.
Last but not least, wherever you travel, never trust anyone. You will never know. Even in this country, which can be defined as one of safest place in the planet, unexpected thing can always be happen. So stay alert and never trust anyone!


Minggu, 06 Agustus 2017

Mengurus Visa ke Aussie - Ternyata Mudah

Bulan Desember tahun lalu, saya dan kedua teman kuliah saya memutuskan untuk pergi jalan-jalan bersama. Kami sepakat bahwa destinasinya harus banget yang seru dan beda. Akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke Australia. Setelah googling-googling tiket pesawat murah, akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke Sydney dan Melbourne pada bulan May 2017, menggunakan pesawat low carrier cost yang warnanya merah itu.

Setelah menabung selama 5 bulan lebih, dan setelah mempersiapkan tiket pesawat, hotel, dsb, akhirnya kami pergi mengurus visa.
To be honest, ini adalah pengalaman visa yang pertama untuk kami bertiga. Sebelumnya kami memang sudah pernah pergi ke luar negri, tapi belum pernah ada yg harus sampai mengurus visa.
Sebelumnya kami sudah mendatangi gedung AVAC di Kuningan City, Jakarta Selatan. AVAC (Australia Visa Application Center) adalah satu-satunya perwakilan Australia dalam pengurusan visa di Indonesia. Karna niat kami hanya untuk melancong di negri Kangguru tersebut, kami disarankan untuk mengurus visa Subclass 600. Kami pun mendapatkan list persyaratan dokumen yang harus dilampirkan saat mengurus visa, diantaranya :
1. Fotokopi Passport (yang lama juga harus dilampirkan)
2. Fotokopi KTP dan KK
3. Formulir pendaftaran yang bisa didownload di website yang sudah diisi dan dilengkapi foto
4. Bukti Keuangan selama 3 bulan (Bank Statement)
5. Surat Keterangan Kerja,
selain itu bila ada, bisa melampirkan bukti booking pesawat terbang, booking hotel, dan travel insurance. Ketiga hal tersebut sebenarnya ga wajib, malah lebih bagus tidak perlu membeli dulu tiket pesawat. Nanti kalau ditolak rugi banget kan, soalnya tiket ke Sydney lumayan mahal (paling murah kita dapat sekitar 2.5 juta, itupun belum pake bagasi).
Cuman, karna kami bertiga sama sekali ga punya pengalaman di bidang pervisaan dan ga kepikiran, yang penting ada tiket murah kita beli dulu. Kita akhirnya melampirkan juga tiket pesawat bolak balik (Jakarta - Sydney, Sydney - Melbourne, dan Melbourne - Jakarta). Plus bookingan hotel Ibis Budget yang keburu sudah kami bayar.

Sebelum mengurus visa, kami pun sempat googling-gooling mengenai pengurusan visa Australia ini. Setelah googling yang ada malah jadi pusing dan kesal. Rasanya, rata-rata blog yang nulis soal pengurusan visa ke Australia ini bilangnya kalau visa ke Aussie itu ribet, mahal, sering ga dapat, dsb.
Kami pun jadi agak panik, udah beli tiket pesawat dan hotel, sedih banget kalau semua tabungan kami yang gajinya masih pas-pas an ini ludes begitu saja tanpa dapat visa.
Belum lagi harga visanya sendiri mahal banget, 135 AUD belum pake biaya lain-lain seperti biaya sms, dsb.

Makin banyak googling, makin baper. Akhirnya kami berhenti googling, dan stick sama persyaratan yang diberikan langsung oleh AVAC.
Oh iya, sebelum kelupaan, di google juga banyak banget beredar cerita-cerita soal bukti keuangan yang lebay banget, katanya kalau isi rekeningnya kurang dari 100 juta, ga akan diterima visanya. Boro-boro ada 100 juta, 50 juta aja tabungan saya ga nyampe. Setelah berhemat dan mengumpulkan uang dengan segala daya upaya, setelah beli tiket pesawat dan hotel, tabungan saya cuman terkumpul sekitar 35 jutaan. Amaze juga sih, soalnya nabungnya cuman 5 bulan, sama minjem dikit sama mas pacar hehehehehehe.

Akhirnya pada tanggal 4 April (dengan asumsi ngurus visa itu butuh satu bulan penuh), kami datang ke AVAC dan membawa seluruh persyaratan yang diperlukan. Sebagai tambahan, saya juga melengkapi dengan slip gaji dari kantor saya selama tiga bulan terakhir, plus kartu nama, dan kartu kantor. Tidak lupa travel insurance juga saya lampirkan. Saya pikir harus pol deh ngurus visanya. Mahal soalnya.

Kami pun diterima di gedung AVAC, dan setelah sekitar 3 jam proses pengurusan, yang mana didalamnya sama sekali ga ribet dan ga pake wawancara, kami pun menyerahkan berkas dan membayar biaya visa.

Deg-deg an, tinggal nunggu hasil visanya. Jadi kepikiran, kalau bener ga diterima visanya, lenyapnya 10 juta yang dipake buat booking tiket pesawat dan hotel. Bonus dana pendidikan gw dari kantor :(

Tiba-tiba tanggal 6 May (hanya selang dua hari), saya dapet email dari imigrasi.
Jeng-jeng isinya :


Yeay visanya diterimaaa!!!!!!

Cuman perlu waktu dua hari udah langsung dapar visanya!
Ternyata cerita seram orang-orang yang pada gagal visa itu ga terlalu terbukti kok. Memang perlu diakui kalau harga pengurusan visanya mahal banget. Banget. Padahal orang Australia bolak-balik ke Indonesia bebas visa loh (CMIW). Mahal banget deh pokoknya.

Tapi yang katanya ngurusnya ribet atau impossible to get, ini salah banget. Ngurusnya ga seribet itu kok, standar pengurusan visa lah. Dan ga sesusah itu juga. Tabungan saya ga sebanyak itu juga.
Menurut saya, yang penting dokumennya semua lengkap. Dan yang paling penting, lampirkan surat keterangan kerja (ditandatangi Manager HRD) dan slip gaji, yang menyakinkan pihak embassy bahwa kita punya pekerjaan disini, ga akan cari pekerjaan disana, dan pasti pulang lagi. Kalau soal tabungan menurut saya bukan kuantitas juga sih pertimbangan utamanya. Soalnya pihak embassynya juga ga ada bilang minimal tabungan. Yang penting, secara logis uang kita cukup untuk akomodasi disana. Misalkan saya berlibur selama seminggu, dikira-kira aja, seminggu disana buat makan, transport, dsb nya berapa (plus buat biaya tiket pulang dan hotel, kalau yang belum booking). Dan yang terpenting, uang yang masuk ke rekening kita itu stabil dan jelas aliran dananya, serta mengendap. Ga yang masuk dalam jumlah besar tiba-tiba.

Gitu sih, intinya ga sesulit itu kok. Kalau memang mau pergi ke Australia, sikat aja! Ga perlu panik. Asal kita udah siap semua persyaratan, harusnya sih lancar!.
Next saya ceritakan pengalaman saya jejalan di Negara Kangguru ya!
Endes deh pokoknya.