Selasa, 29 Juli 2014

Malam ini..

Me : Ma, ntar kalau ribka dapet gaji asisten lagi, ntar makan di Dakken yo.

Tiba-tiba saya ngomong begitu ke mama saya malam ini sehabis pulang makan malam.

Hahahahaha, berasa gaji gw sebanyak apa gitu yaaa. Satu piring steak di Dakken itu harganya 75 ribu rupiah belum termasuk pajak dan biaya service.

Tapi kadang, setelah lo bisa menghasilkan uang sendiri, ga peduli banyak atau sedikit, pasti lo juga pingin membagi apa yang lo punya dengan orang-orang penting dalam hidup. I just have one mother. And I have to make her happy. As simple as that. 

Jadi doa gw, Please give me Your bless in work Bapa, so I can make my parents happy. 

Senin, 28 Juli 2014

Saya bukan Tuhan toh. No Judje!

Saya tumbuh besar dalam lingkungan yang sangat konservatif soal agama. Sedari kecil, saya yang tinggal bersama dengan nenek saya, wajib pergi Sekolah Minggu *pelayanan untuk anak-anak kecil di Gereja* setiap hari Minggu dan karna saya anak sehat Indonesia yang jarang banget sakit, saya benar-benar, literally ke gereja tiap hari Minggu.

Dari kecil juga saya bersekolah di sekolah Katolik. Sekolah yang mewajibkan seluruh siswanya tanpa kecuali pergi ke Gereja pada hari-hari tertentu dan tentu saja mengikuti pelajaran agama setiap Minggu.

So, kalau ditanya soal cerita di Alkitab, bukan bermaksud buat besar kepala, tapi saya hafal semuanya. Serius.

Setelah kuliah, saya ikut kegiatan PMK, Navigator, dan bla-bla-bla yang berbau Kristiani.

Saya menikmati semuanya. Saya tidak pernah meragukan keyakinan saya. Tanpa keyakinan saya, saya bukanlah saya.

Tapi setelah saya tumbuh besar dan banyak menonton film barat tentunya, serta hidup di lingkungan yang semakin plural, saya banyak menemukan perubahan. Bukan dengan iman saya, tapi tentang pandangan saya mengenai dunia tempat saya tinggal. Salah satunya adalah tentang orang-orang yang punya ketertarikan dengan sesama jenis. Waw. Sensitif banget topiknya.

Oke, jujur, saya suka men-judge mereka. Saya jujur saja, jijik dengan perbuatan seperti itu. Menurut saya itu unnatural. Dalam keyakinan saya, Tuhan tidak pernah menciptakan hal seperti itu. Itu ga normal, freak, dan itu jelas-jelas perbuatan yang menjijikan. Begitulah yang saya yakini.

Tapi makin kesini, setelah banyak hal yang saya lihat, lucu sih, semua ini berawal dari serial komedi Modern Family. Tau? Sitkom keluarga asal Amerika yang ada Sofia Vergaranya itu loh. Nah di sitkom itu ada pasangan gay, Mitchell dan Cameron yang mengadopsi anak dan berupaya untuk hidup normal di masyarakat.

Entah sih, lucu rasanya menulis apa yang saya pikirkan saat ini. Entah kenapa juga saya tiba-tiba pingin membagi pikiran saya tentang hal ini. Hanya saja, setiap kali saya menonton sitkom itu, saya melihat pasangan gay itu manusia biasa. Yah, mereka manusia. Sama seperti saya, yang punya pekerjaan, keluarga, yang berupaya untuk hidup di dunia yang keras dengan berusaha mencintai satu sama lain. Walaupun buat saya cinta mereka masih merupakan cinta yang aneh menurut saya.

Selalu ada pertanyaan-pertanyaan yang saya tidak mengerti sampai saat ini. Pertanyaan-pertanyaan yang dipenuhi dengan perdebatan, bahkan dalam kepala saya sendiri.

Tapi setidaknya sekarang, saya bisa melihat mereka sebagai orang-orang yang berusaha untuk hidup dengan baik juga di masyarakat. Dan saya belajar untuk tidak menjadi orang berpikiran sempit yang langsung serta merta men-judge mereka.

Yah, sampai saat ini saya masih berpendapat bahwa perbuatannya, saya highlight, perbuatanya jelas salah. Tapi sekarang saya punya pandangan baru terhadap orang-orangnya. Bagaimanapun juga mereka adalah manusia sama seperti kita yang harus saya lihat dengan penghargaan bukan dengan penghakiman. Saya bukan Tuhan toh. Tuhan yang menghakimi manusia, bukan saya.

P.S Kalimat terakhir membuat saya berasa de ja vu dengan tulisan saya tentang Paus Fransiskus. Ya, sekarang saya mengerti.

Selasa, 22 Juli 2014

Menerima THR pertama dalam hidup.

Ahhhh Oppinet ini memang gahul abis. Ternyata Oppinet memberikan THR buat para asisten penelitinya. Waw. Pas ngecek di ATM, ternyata jumlahnya lumayan jugaa.

Begitu ya rasanya. Hmm, memutuskan buat menjadi peneliti yang lebih giat lagi hehe.

Minggu, 20 Juli 2014

Menjadi Seorang Non Muslim di Tengah Puasa

Dulu sewaktu saya berkuliah di S1, saya punya seorang teman bernama Ridwan, Muslim yang taat menurut saya. Sholatnya ga pernah bolong-bolong, kalau hari Jumat pasti pake baju koko dan jumatan, ga pernah ngerokok atau hal-hal lainnya yang dilarang agama. 

Di saat bulan puasa beberapa tahun yang lalu, teman saya ini pernah berkata begini pada saya, "Di bulan puasa, orang yang puasa juga harus menghormati haknya orang yang tidak puasa Ribka." Begitulah kata Ridwan yang saya dan Friska sering panggil dengan sebutan Om saat saya bertanya apakah dia berkeberatan saya minum sedikit karna saya haus bangeeet. 

Saat bulan puasa, saya yang Kristiani, berupaya keras untuk menghormati teman-teman yang saya puasa. Di bulan puasa saya ga berani makan di depan umum. Paling berani bawa permen di kantong buat nyemil-nyemil. Kalau sudah mau maghrib, saya buru-buru beli minuman dingin beserta camilannya supaya diangkot bisa ikut 'buka puasa' juga hehe. Kalau udah kedengeran bunyi azan, saya baru berani terang-terangan makan di angkot. 

Kalau sudah sama teman dekat sih hal-hal begitu sudah ga sensitif lagi. Karna sama-sama sudah dewasa, kadang malah teman saya yang nyuruh saya makan, "Udah gede kali gw ka, makan aja sono hahaha." 
Jadinya ya begitu, kalau sudah kepepet aus banget, saya suka minta ijin sekaligus minta maaf buat minum. 

Sebagai non-Muslim, menurut saya, kita harus menunjukkan rasa hormat kita pada teman-teman Muslim yang sedang berpuasa. Yah kalau lagi bulan puasa, meskipun kita jadi sedikit ribet juga karna kadang jadi beneran ikut puasa, kita harus menahan diri, jangan minum dan makan seenak jidat. Apalagi kalau cuaca lagi terik, panas-panas tropis, terus kita neguk minuman dingin pake es di bulan puasa, minta dijitak ga sih. Kebayang kan mereka yang puasa ausnya kayak gimana. Jangan jadi makhluk halus penggoda iman di bulan puasaa. 

Kadang saya menemukan juga teman saya yang sama-sama Kristen yang suka makan di jalan di bulan puasa. Minta dipelototin emang. Kayak orang ga sekolah kalau menurut saya. 

Ga boleeeh kayak gitu. Saling menghormati dan menghargai itu jadi dasar kehidupan beragama kita di Indonesia. 

Dan sebagai Muslim yang baik, teman-teman saya yang Muslim juga sedemikian rupa berusaha untuk menghargai yang non-Muslim asal kita juga minta ijin dulu kalau emang sudah aus ga tertahankan. Begitulah yang Om katakan kepada saya beberapa tahun yang lalu dan yang juga saya lihat dalam diri teman-teman saya. Mereka cuek-cuek dan santai aja sebenarnya kalau saya mau makan dan minum. 

Yah, saling menghargai dan saling menghormati.
Perbedaan itu ada bukan buat diributin tapi untuk disyukuri dan dirayakan dengan saling menghormati. 

Kamis, 17 Juli 2014

Talking to You always makes me feel much much better. Like all of the fear and anxiety just go away. That fact always reminds me that I can lose anything, anyone but You.

Thanks God for always being there.

Senin, 14 Juli 2014

Belajar dari Cerita Gitar Bekas The Edge

The Edge, atau David Evans *nama aslinya* adalah gitaris band U2 asal Dublin, Irlandia. Band ini udah ngetop dari jaman saya belum lahir. Setelah saya mendalami lagu-lagunya, band ini punya musik yang indah menurut saya, dan liriknya dalam banget. Tema-tema lagunya bukan tema kacangan soal cinta melulu heheh ;p, tapi soal isu sosial, spiritual, pengalaman-pengalaman pribadi yang dalam. Jadi menurut saya U2 adalah salah satu band yang wajib kita dengar karya-karyanya. Bahkan sampai saat ini, band yang sekarang personilnya sudah pada berumur setengah abad masih eksis dan jaya.

Kembali ke The Edge. Mungkin menurut beberapa orang ini sangat amat ga penting, tapi buat saya ini sangat menarik. Saya menemukan fakta unik mengenai The Edge pagi ini. Saya baru tahu kalau, gitar pertama The Edge adalah gitar akustik lama, bekas bahkan, yang dibeli ibunya di flea market alias pasar loak kalau dalam bahasa Indonesia pada saat dia berumur sembilan tahun. Dengan gitar bekas itulah The Edge pertama kali belajar bermain gitar dan bisa menghasilkan musik yang luar biasa sampai sekarang.

Saya pernah menulis tentang John Mayer, yang saya tahu bahwa dia membeli gitar pertamanya dengan cara bekerja paruh waktu di gas station. Dan saya juga pernah membaca kalau Zinadine Zidane, si legenda sepak bola ituu loh, sewaktu kecil kesulitan dan sampai harus menangis karna tidak bisa membeli sepatu bola.

Kenapa menurut saya hal-hal seperti diatas menarik? Karna dari situlah saya belajar bahwa kekurangan atau keterbatasan bukanlah alasan seseorang untuk gagal sukses dan mengejar mimpinya. Sering kan kita berpikir kalau kita perlu semua fasilitas yang bagus untuk belajar, untuk sukses. Padahal enggak. Justru banyak banget contoh orang yang sukses hidup mengejar mimpinya itu berasal dari orang-orang biasa, bahkan orang-orang susah.

Ga seharusnya kesulitan atau keterbatasan membuat kita menyerah.

Gitar bekas dari pasar loak, harus kerja di gas station, dan kesulitan untuk membeli sepatu bola, ternyata bukan hambatan untuk ketiga orang luar biasa diatas untuk meraih mimpinya. Itu baru keren.

Minggu, 13 Juli 2014

Malam ini dingin banget. Kayaknya cuaca bandung dibawah 20 derajat lagi deh. Kadang suka agak bingung gitu, hmm gw masih tinggal di negara tropis kan yaa? hehe. 

Nah, sambil dengerin lagunya U2 yang lagi saya suka, judulnya I Still Haven't Found What  I'm Looking For yang liriknya dalem di tempat tidur sambil selimutan, pake jahim saking dinginnya, saya merasa sangat bersyukur. 

Hari ini bandung dingin banget, serius sampai kerasa ke tulang, tapi saya masih punya selimut, tempat tidur, bahkan jahim yang anget malam ini. Saya juga masih bisa bikin teh manis sampai 3 kali. Dan saya sudah makan malam sampai kenyang. Gatau sih, tapi coba bayangin kalau saya harus melewati malam ini tanpa hal-hal diatas. Sedih ga sih. 

Hari ini sebenarnya sakit dalam pikiran saya belum sepenuhnya hilang. Ada detik-detik yang saya gunakan untuk bergalau ria lagi, tapi kalau dipikir lagi, saya punya kehidupan yang luar biasa dan sangat berkecukupan. Saya ga pernah kekurangan apapun. Dan sejauh ini, semua yang saya targetkan selalu terpenuhi pada akhirnya. 

Mungkin ada satu hal dalam hidup saya yang sedang membuat saya kadang merasa 'tenggelam'. Tapi malam ini, sederhananya hal-hal yang saya punya malam ini, selimut, air hangat, laptop, dan musik membuat saya sadar bahwa Tuhan menempatkan banyak hal membahagiakan dalam hidup saya. Saya memang merasa sangat kehilangan, tapi itu ga berarti hidup ini jadi miserable dan ga patut disyukuri. Tergantung saya mau memberi waktu dan membuka mata saya untuk melihat apa ga. Hidup saya terlalu lengkap untuk disesali. 

Sabtu, 12 Juli 2014

Bersama salah satu sahabat baik gw, Friska, yang hari ini ketemu di wisudaan, yang makin cakep aja, dan sekarang udah punya gandengan. I'm happy for you and always nice to meet you again.

With one of my best friend
"Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." Amsal 17 : 17. 

Jumat, 11 Juli 2014

Have you ever heard Stuck in the Moment You Can't Get Out by U2?

A very good song from U2, really. 

Yeah I like the song, a lot, but I do not want to be the one who stuck in the moment they can't get out. Because in some points, I think I already was there. Last night I had a dream and there was him in there. When I woke up in the morning, it was still feel a little bit hurt. Never hate you, never, but why do I have to stuck in that moment? Why can I just get out? If get out is the best option that I have, why am I being so stubborn?

I am asking my self. 

Because, maybe, even if you know the right answer, the best choice that you should take, it's still not easy to take that. Sometimes you've become such an idiot who do not think with your logic.

It's sounds pathetic, and I have to feel ashamed to say this, but honestly, I am a little bit missing you. It's stupid, I know, but can it change what I feel?

No it can't. But also it's useless. I will never feel free if I still stuck in that moment. You have been decided to end it. I always say to my self, you are the one who decide it, not me. So I have to learn accept it and get out from that moment. Try to find a peace for myself. Try to find a closure for you. Because, what else can I do? I do not have another options. 

Senin, 07 Juli 2014

Terima kasih Lupus!!

Semalam, seperti biasa kalau saya gabisa tidur, saya suka mencari-cari buku buat dibaca. Nah, pas ngorek-ngorek, *hahahaha, ngorek-ngoreeek hehe*, saya nemu salah satu buku lama. Buka yang saya baca bertahun-tahun lalu nampaknya.

Lupus ABG karya Hilman dan Boim

Nah itu tuh buku yang saya temukan, novel Lupus seri ABG karya Hilman dan Boim. Hahahahaha. Astaga bacaan gw dulu dari SD-SMP itu serial Lupus. Dari Lupusnya masih SD, gw juga bacanya pas SD, terus Lupus masuk SMP, gw juga ikutan baca serialnya pas ABG dan akhirnya Lupus pas SMA, gw juga masih baca biarpun bacanya pas gw masih SMP. Haaah, udah lama rasanya.

Akhirnya saya pun memutuskan membaca ulang novel Lupus ABG tersebut. Halaman demi halaman, rasanya menyegarkan memori saya. Gitu laah ceritanya, seputar kehidupan Lupus di rumah bersama Lulu, mami, dan papinya *fyi, waktu masih ABG papinya Lupus masih hidup*, kehidupan di sekolah *fyi lagi, pas ABG temennya Lupus belum Boim sama Guntur, masih Pepno, Andy, Iko-Iko, Happy, dan Uwi hahahahah*, dan kehidupan percintaan Lupus yang ngejar-ngejar Prudence tapi ditolak mulu hahahaha.

Lucu, masih lucu kaya dulu. Dulu tiap kali baca serial Lupus saya pasti ngakak-ngakak, lucu menurut saya. Nah sekarang, sewaktu saya sudah berumur 23 tahun dan menjadi mahasiswa S2, caileeeeh, pas saya baca lagi, saya masih tertarik dengan kesederhaan cerita yang dibuat Hilman dan Boim, pas banget buat remaja saat itu. Beberapa guyonannya sih sekarang terasa banget garingnya. Paraaah. Kayaknya yang ngajarin gw suka nge-joke garing ini emang buku-buku Lupus hahahaha.

Yaaah, buku Lupus yang saya temukan kemarin itu seperti membangkitkan kenangan-kenangan dulu. Dulu karna baca-baca buku begitulah saya selalu pingin jadi penulis. Dulu malah sudah sempet bikin novel waktu SMP, walaupun ga jadi dipublish-publish gara-gara kehabisan ide cerita di tengah jalan hahaha.

Tapi sampai sekarang, biarpun saya cukup tahu diri kalau saya bukan penulis profesional dan gapunya bakat besar juga, tapi saya masih suka membaca dan menulis.

Terima kasih Lupus, cerita yang sederhana, lucu, dan segar, ikut membentuk saya yang saat ini.

P.S : Lupus dengan jambul dan permet karetnya itu mungkin sudah mulai dilupakan, anak-anak jaman sekarang mana ada yang tahu Lupus. Tapi ga buat saya hehe.
Karna harus mengejar target yang dikasi Mas Pudjo buat minimal menyelesaikan flowchart kodingan tesis, saya pun secara teratur datang ke Oppinet. Hampir setiap hari. Sebenarnya kadang cape sih, pas semua orang lagi asik liburan, saya malah harus ngampus dan mikir keras, tapi disatu sisi saya seneng banget punya kerjaan tiap hari. Bagus juga dapet kesibukan, lumayan buat mendistraksi pikiran, daripada mikiran si itu muluu*why his face always comes to my mind everyday, why is it so hard to get over you, argggh*. 

Tapi bukan itu yang mau dibahas, jadi di oppinet ceritanya saya punya teman-teman baru. Karna baru seminggu kira-kira, saya ga begitu kenal mereka juga sih. Baru sekilas-sekilas. Tapi kadang kalau saya lagi ngoding bareng-bareng dalam satu tim, ada sepasang manusia yang gerak-geriknya kelihatan beda. 

Biasanya, saya ga suka ngurusin urusan orang lain. Males banget ga siih. Tapi tanpa sadar, siang itu tiba-tiba tanpa dikontrol otak saya, saya nyeletuk, kaka ada apa-apa ya sama mas itu heheheh. Becanda-becanda gitu sih nadanya, walaupun saya agak menyesal juga menanyakan hal seperti itu. Ga sopan, pikir saya. Tapi tanpa diduga kaka ini malah menjawab dengan santai, iya dulu tapi, sekarang udah ga lagi, orangtuanya maunya dia sama orang aceh lagi, *fyi, cowonya ini orang aceh, cewenya orang jawa*. Oohh, jawab saya sambil berusaha mengalihkan pembicaraan. 

Fyuuh, lucu yaaa. Cuma di Indonesia kayaknya hal-hal begini sering terjadi. Ada yang putus gara-gara beda agama lah, sekarang saya nemu nih yang disuru putus orangtuanya cuman karna beda suku. Sedih ga sih ngeliat orang yang pingin sama-sama tapi gabisa karna harus nurut orang tua yang sorry to say, tapi pikirannya sempit, iya ga siihh? Emang kenapa kalau beda suku doang, coba kalau udah sama suku tapi ga cocok. Kan biarpun beda suku tapi kalau dua-duanya udah oke, bakal oke-oke aja ya. 

Bener banget statement salah seorang temen saya suatu hari, cinta itu sederhana, cuman manusia aja yang suka bikin ribet sendiri. Agama, suku, status sosial, bebet lah, bobot lah, bibit lah, dibuat jadi penghalang. Padahal nemu orang yang bisa saling mencintai sama kita aja udah susah, ini malah ditambah konstrain sana sini hehe. Yaah, ini cuman opini saya pribadi sih, tapi emang susah sih, saya juga maunya sama yang batak dan seiman hahahaha. Tapi kalau ada konstrain-konstrain yang kurang esensial kayak suku atau status sosial misalnya *kalau soal iman kan gabisa ditawar menurut saya* yah udah siiih hehehe.  

Selasa, 01 Juli 2014

On my way, doing just like I wrote that night..

Menjadi asisten peneliti di Oppinet adalah salah satu keinginan saya sewaktu memutuskan mengambil beasiswa S2 ini.

Saya ingat malam sewaktu saya tergesa-gesa menyusun essay pengajuan tes beasiswa S2 dari Total ini, karna harus dikumpul besoknya, saya yang baru dapat formulir hari Minggu sore, dengan gaya penulisan omong kosong disana-sini hehehe ;p, menjelaskan bahwa intinya jika saya bisa melanjutkan kuliah ke teknik perminyakan, saya akan melakukan penelitian di bidang optimasi. Ide yang muncul tiba-tiba di malam hari itu karna saya pernah mengambil kuliah-kuliah optimasi sewatu S1 dan dosen saya banyak bercerita mengenai penelitian optimasi perminyakan di Oppinet.

Oppinet berada di gedung matematik dan merupakan lembaga penelitian teknik perminyakan dan matematika. Asisten penelitinya juga dari kedua jurusan itu. Dosen penelitinya juga. Kalau anak matematikanya banyak terlibat dalam pemrogramannya, kalau anak TM sih, no offense loh, tapi emang ga ada yang bisa programming, jadilah itu bagian matematik. Tapi kalau soal aplikasi dunia perminyakan, yah jelas anak matematikanya ga ngerti apa-apa. Ciyus deh, saya pernah ngobrol sama asisten peneliti, anak matematika yang mengerjakan pemrograman untuk jaringan sumur sampai separator tanpa mengerti sedikitpun arti fisisnya sama sekali.

Jadii karna alasan itulah saya pingin sekali jadi asisten peneliti di oppinet. Biar saya bisa mengaplikasikan ilmu saya waktu S1. Gituuu sih maunya hehe.

Masalahnya, masuk Oppinet itu ga gampang. Gimana yaa, susah juga ga sih, tapi harus punya koneksi, atau orang dalem yang ngerekomendasiin kita. Jadi di Oppinet itu ga ada open recruitment, biasanya yang masuk itu karna temennya kerja di Oppinet dan lagi butuh orang buat ngerjain proyek atau anak bimbingan dosen yang disuruh melakukan penelitian di Oppinet.

Satu tahun berlalu saya kuliah di TM, saya masih belum masuk Oppinet. Udah agak lupa malah. Saat akhirnya meminta Mas Pudjo jadi pembimbing tesis saya, saya pun mengutarakan keinginan saya untuk melakukan penelitian di masalah optimasi. Mas Pudjo yang berasumsi kalau lulusan matematika itu "pasti" jago programming memberi saya topik tesis untuk membuat software. Buseeeeeet. Saya langsung ketir ciyus. Tapi seperti biasa, so cool dulu aja. Kalau saya sih begitu, angguk-angguk aja dulu, paniknya belakangan hehe.

Jadilah, setelah sebulan menunggu kepastian, saya secara resmi sejak jumat kemarin membuat account Oppinet saya. Yeaaaaay. Akhirnya salah satu keinginan saya terwujud.

Mungkin kayaknya sepele sih. Tapi buat saya itu sesuatu. Saya senang akhirnya essay yang saya  buat malam itu, tergesa-gesa dengan banyak omong kosong disana-sini jujur, akhirnya berbuah jadi nyata. Semua tujuan dan rencana yang saya tulis malam itu tentang kuliah S2 saya jadi kenyataan.

Sekarang saya sedang on my way menyelesaikan tesis saya tentang penelitian optimasi di bidang perminyakan. Just like what I wrote that night. Exactly.

Thaks God. Just by Your Grace everything good happens to me.