Kamis, 03 April 2014

Cerita Tentang Suatu Cover di Majalah Rolling St*ne

Pernah baca majalah Rolling Stone ga?

Jadi ceritanya di perpustakaan kampus saya, ada salah satu tempat khusus yang mana kita bisa baca majalah-majalah impor gitu. Tau kan, majalah-majalah yang kalau buat saya sih 'agak sedikit mahal' kalau beli sendiri hehe. 

Nah, satu hari, saat saya dan teman-teman sekelas memutuskan kita mau sedikit berleha-leha setelah mengerjakan tugas, saya menemukan sesuatu yang menarik dari majalah Rolling Stone tersebut. 

Siang itu, tiba-tiba teman saya, 'si penggila Liverpool', menyodorkan majalah Rolling Stone pada saya. 

"Pernah denger cerita soal Paus yang baru ga ka?" kata teman saya sambil menyodorkan majalah tersebut. 

Kesan pertama saya agak kaget, teman saya menyodorkan majalah Rolling Stone yang tau kan, biasanya cover-nya itu dihiasi gambar penyanyi-penyanyi sebangsa Lady Gaga, Amy Winehouse, dan teman-teman sebangsanya, sekarang tiba-tiba dihiasi oleh sesosok pria tua yang rambutnya semuanya sudah putih sambil mengenakan baju yang serba putih-putih juga. 

Waw pikir saya, keren banget ya Paus bisa masuk majalah Rolling Stone gini. 

Gila ga sih? Maksudnya. Rolling Stone itu majalah anak-anak muda gaul, iya kan. Daaaan cuman musisi-musisi top yang lagi ngehip doang kan yang jadi cover majalah itu *yang  mana sering tampil dengan gaya berbusana yang nyeleneh*. Terus tiba-tiba, seorang tokoh agama, yang biasanya anak muda "gaul" ga begitu tertarik, bisa jadi cover majalah itu? Waw. 

Pertanyaan pentingnya, apa sih yang dilakukan oleh Paus Francis sampai sebegitu top-nya dikalangan anak-anak muda dan bisa diterima secara luas oleh masyarakat.

Jujur aja, dalam beberapa dekade terakhir, Gereja kurang bisa diterima di Eropa dan Amerika. Gereja dianggap kolot, mengekang, membosankan, dan cuman cocok buat lansia. Paus jelas bukan jabatan populer di kalangan anak muda. Meskipun anggapan tersebut tidak bisa dibenarkan, tapi memang itulah fakta yang terjadi. 

Saya pun menekuni artikel tentang Pope Francis di majalah tersebut. 

Yang saya tangkap, Pope Francis dianggap banyak kalangan sangat ramah, lebih mudah bergaul *dibandingkan dengan Paus-Paus lainnya* dan yang paling utama, katanya sih tidak terlalu menghakimi isu-isu sensitif (seperti isu pernikahan sejenis misalnya). 

Jujur saja, di satu sisi saya berpikir. Senang yaa melihat banyak orang bisa lebih tertarik mendengar seorang pemimpin agama. Dengan kepribadian yang lebih luwes, Pope Francis bisa membuat dirinya diterima banyak kalangan. Dan itu bagus kaaan. 

Tapi di satu sisi, saya sedikit terganggu dengan pernyataan Sang Paus yang dicetak miring di artikel majalah Rolling Stone tersebut "Who am I to judge?"  yang juga jadi faktor utama kenapa sang Paus lebih diterima kalangan anak muda. 

Tanpa bermaksud untuk menyerang kelompok manapun, dan tanpa ada maksud buruk apapun, murni hanya opini saya saja, entah lah, pernyataan sang Paus jujur agak mengganggu nurani saya sedikit. 

Maksudnya, saya juga gasuka mencampuri urusan orang lain. Dan kita jelas-jelas ga berhak menghakimi orang lain *emang kita sudah sebaik apa berhak menghakimi orang*. Tapi saya percaya bahwa kita ga boleh lupa atau sengaja melupakan hal-hal yang sangat prinsip yang gabisa ditawar-tawar. Maksudnya, ada hal-hal yang harus dengan jelas kita bilang, okeeeey itu salah, okeeey itu bertentangan dengan keyakinan kita. Terlebih lagi yang berbicara adalah seorang tokoh agama besar yang kitab sucinya sama dengan yang saya baca. 

Jadi yaaah, di satu sisi saya kagum dengan beliau. Saya sendiri pastinya kurang begitu memahami dan kenal beliau dengan dalam. Dari hal yang saya tahu dan saya baca, saya merasa bahwa beliau pemimpin karismatik yang luar biasa yang bisa menjangkau banyak kalangan. Tapi di satu sisi lain, saya masih bertanya-tanya mengenai pandangan dan pemikiran beliau tentang isu-isu sensitif yang sudah saya sebutkan di atas. Apakah pernyataan "Who am I to judge" dan dengan banyaknya pemberitaan bahwa Paus lebih terbuka terhadap pemikiran-pemikiran yang sebelumnya ditolak dengan keras oleh gereja, menjadi sinyal bahwa ada sesuatu yang salah. 

Entah lah. Saya juga masih bingung sejujurnya hehe. 

Tapi yang pasti, menurut saya pribadi, dan yang jadi pembelajaran penting buat saya terlepas dari pemikiran sang Paus, saya rasa, memegang dengan teguh apa yang kita yakini, yang kita percaya benar itu jauh lebih penting daripada disukai oleh siapapun di dunia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar